Powered By Blogger

Kamis, 05 April 2012

Tugas "Kasus" Hukum Industri

Bambang kini tengah menangani beberapa perkara HKI, antara lain perkara sengketa merek yang sedang dihadapi kliennya yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ” warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng Podjok milik PT. Puri Intirasa yang diwakilinya melayangkan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga.

Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan tanpa alasan, lantaran antara lain karena kliennya sudah mengoperasikan restoran dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah sejak tahun 1999. Klien kami juga dapat membuktikan adanya Surat Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala Dinas Pemerintahan Daerah pada tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah mendapatkan pengakuan dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha makanan tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal maupun lingkup Asia telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng Podjok”.
“Klien kami menggugat karena memang melihat adanya pelanggaran, itikad tidak baik dan kesewenangan dalam pendaftaran nama Warung Pojok oleh pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama menggunakan nama Waroeng Podjok sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi pada klien kami dan membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka sebagai pendaftar merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng Podjok” oleh PT. Intirasa adalah ilegal.
Akhirnya dalam proses pengadilan terbukti bahwa PT Puri Intirasa merupakan pihak yang terlebih dulu membuka usaha dengan nama “Waroeng Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT Puri Intirasa agar tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak pengadilan dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah lebih dahulu melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal dari masa ke masa.
Bambang melanjutkan, meskipun gugatan balik pihak Rusmin seluruhnya ditolak Majelis Hakim, terasa masih ada yang menggantung, yakni Majelis Hakim belum memerintahkan mencabut pendaftaran merek “Warung Pojok”. Apabila nama itu memang dianggap sudah ada dari masa ke masa yang artinya sudah dianggap milik umum, maka semestinya Pengadilan memerintahkan pencabutan pendaftaran merek tersebut agar tidak menjadi monopoli pihak pendaftar saja, dan pihak lain dapat menggunakannya.
Bahkan dalam proses persidangan terungkap bahwa sejak pendaftarannya pada tahun 2002 nama “Warung Pojok” tidak pernah digunakan oleh pihak Rusmin. Baru pada awal tahun 2008, tidak lama sebelum mengajukan somasi dan peringatan terbuka di harian umum pihak Rusmin menggunakan nama itu untuk restorannya yang baru dibuka. Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat 2 a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek tersebut karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak pendaftarannya.
Kasasi ke Mahkamah Agung
Lantaran tuntutan membayar ganti rugi materill dan immaterill serta tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan nama “Waroeng Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008 lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah antisipasi. Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar merek ”warung pojok” tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak pendaftarannya pada tahun 2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008. Menurut UU Merek jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak digunakan, maka Ditjen HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa adanya tuntutan dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.
Sumber : www.majalahfranchise.com
http://indocashregister.com/2009/01/02/kasus-sengketa-merek-waroeng-podjok-vs-warung-pojok-mesinkasir/

Pemain & Perannya :
Baiq Mardiana Hikmawati: Jaksa
Dimas Prihantoro : Saksi
Ditya Prifiani : Saksi
Esa Rahmanda H : Saksi
Ida Ayu Krisna: Penggugat
Marshi Dwi Rahma : Saksi
Nadia Anastasia Putri: Tergugat
Oktarini Gintings: Hakim
Rahmat Dodi: Penasihat
Riki Apriadi: Penuntut Umum

Senin, 05 Maret 2012

Terdakwa Pelanggaran Hak Cipta Bahagia Dibebaskan dari Tahanan Pas Valentine

Solo Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) Karanganyar, Jau Tau Kwan, dibebaskan dari tahanan. Meskipun persidangan atas dirinya belum selesai, namun Jau harus segera dibebaskan karena masa penahanannya telah habis. Jau sangat mengaku sangat berbahagia bisa menghirup udara segar tepat di Hari Valentine. 
Jau yang merupakan tahanan Kejari Karanganyar dititipkan di Rutan Kelas I Surakarta di Jalan Slamet Riyadi. Dia dibebaskan, Selasa (14/2/2012) pagi dan disambut keluarga dan OC Kaligis selaku pengacaranya. Keluarga segera memeluk cium Jau sesampai dari pintu rutan dan mempersembahkan setangkai bunga kepada Jau Tau Kwan. 
Tak cukup itu, Jau juga segera dibawa ke sebuah hotel berbintang yang berada tak jauh dari rutan tersebut. Sesampainya di hotel tersebut, Jau segera diarahkan ke kolam renang. Di kolam renang itu, Jau segera menceburkan diri ke dalam kolam sebagai simbol membersihkan diri dari kesialan.


Jau mengaku senang menerima kebebasan tersebut setelah 90 hari berada di tahanan. Bahkan proses penahanannya sempat diwarnai peristiwa dramatis ketika dia dijemput paksa dari rumah sakit berikut ranjang yang dipakainya, di saat masa pembantarannya dicabut karena sudah dinyatakan sehat. "Saya sangat berbahagia bisa kembali berkumpul dengan anak istri lagi tepat di Hari Valentine ini," ujar Jau Tau Kwan kepada wartawan. 
Jau Tau Kwan diajukan ke pengadilan setelah dilaporkan oleh PT Sritex Sukoharjo dalam dugaan pelanggaran hak cipta kain rayon grey garis kuning. Persidangan atas dirinya di PN Karanganyar hingga kini belum selesai dan masih pada tahap mendengar keterangan saksi-saksi.


Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jau melanggar Pasal 72 ayat 1 UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan ancaman hukuman minimal 1 bulan dan maksimal 7 tahun dan atau denda minimal 1 juta maksimal Rp 5 miliar. Dia juga menghadapi dakwaan alternatif Pasal 72 ayat 2 UU yang sama dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal 500 juta.


Sementara itu OC Kaligis menegaskan kasus yang menimpa kliennya bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya sangat tragis seseorang dipersalahkan secara hukum hanya karena memproduksi barang yang telah diproduksi massal. Yang lebih tragis lagi, kata Kaligis, negara mendukung upaya seseorang mengklaim produk tersebut sebagai hak miliknya.


"Padahal itu hanyalah upaya menghabisi pesaing-pesaingnya dengan cara mempersoalkannya ke ranah hukum. Kita harus melawan penyalahgunaan kekuasaan seperti itu," ujarnya.


http://news.detik.com/read/2012/02/14/111006/1841716/10/terdakwa-pelanggaran-hak-cipta-bahagia-dibebaskan-dari-tahanan-pas-valentine


Tanggapan:  Menurut saya suatu pelanggaran hak cipta, merk ataupun hak paten tidak akan ada bila tidak ada orang yang melaporkan dan mengusutnya ke rana hukum, yang perlu diperhatikan adalah kriteria seseorang yang melakukan pelanggaran hak-hak tersebut. Terlebih seperti kasus di atas, dimana seseorang disalahkan hanya karena memproduksi barang yang telah diproduksi massal. 
Seharusnya hukum di Indonesia ini lebih terbuka lagi matanya agar dapat memilah-milah suatu hal yang benar-benar dianggap suatu pelanggaran hukum atau bukan. Serta dapat mnyelesaikan suatu proses hukum dengan waktu yang singkat agar tidak ada lagi orang yang ditahan dalam rutan dengan ketidak jelasan akhir dari proses hukumnya.