Powered By Blogger

Senin, 05 Maret 2012

Terdakwa Pelanggaran Hak Cipta Bahagia Dibebaskan dari Tahanan Pas Valentine

Solo Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) Karanganyar, Jau Tau Kwan, dibebaskan dari tahanan. Meskipun persidangan atas dirinya belum selesai, namun Jau harus segera dibebaskan karena masa penahanannya telah habis. Jau sangat mengaku sangat berbahagia bisa menghirup udara segar tepat di Hari Valentine. 
Jau yang merupakan tahanan Kejari Karanganyar dititipkan di Rutan Kelas I Surakarta di Jalan Slamet Riyadi. Dia dibebaskan, Selasa (14/2/2012) pagi dan disambut keluarga dan OC Kaligis selaku pengacaranya. Keluarga segera memeluk cium Jau sesampai dari pintu rutan dan mempersembahkan setangkai bunga kepada Jau Tau Kwan. 
Tak cukup itu, Jau juga segera dibawa ke sebuah hotel berbintang yang berada tak jauh dari rutan tersebut. Sesampainya di hotel tersebut, Jau segera diarahkan ke kolam renang. Di kolam renang itu, Jau segera menceburkan diri ke dalam kolam sebagai simbol membersihkan diri dari kesialan.


Jau mengaku senang menerima kebebasan tersebut setelah 90 hari berada di tahanan. Bahkan proses penahanannya sempat diwarnai peristiwa dramatis ketika dia dijemput paksa dari rumah sakit berikut ranjang yang dipakainya, di saat masa pembantarannya dicabut karena sudah dinyatakan sehat. "Saya sangat berbahagia bisa kembali berkumpul dengan anak istri lagi tepat di Hari Valentine ini," ujar Jau Tau Kwan kepada wartawan. 
Jau Tau Kwan diajukan ke pengadilan setelah dilaporkan oleh PT Sritex Sukoharjo dalam dugaan pelanggaran hak cipta kain rayon grey garis kuning. Persidangan atas dirinya di PN Karanganyar hingga kini belum selesai dan masih pada tahap mendengar keterangan saksi-saksi.


Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jau melanggar Pasal 72 ayat 1 UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan ancaman hukuman minimal 1 bulan dan maksimal 7 tahun dan atau denda minimal 1 juta maksimal Rp 5 miliar. Dia juga menghadapi dakwaan alternatif Pasal 72 ayat 2 UU yang sama dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal 500 juta.


Sementara itu OC Kaligis menegaskan kasus yang menimpa kliennya bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya sangat tragis seseorang dipersalahkan secara hukum hanya karena memproduksi barang yang telah diproduksi massal. Yang lebih tragis lagi, kata Kaligis, negara mendukung upaya seseorang mengklaim produk tersebut sebagai hak miliknya.


"Padahal itu hanyalah upaya menghabisi pesaing-pesaingnya dengan cara mempersoalkannya ke ranah hukum. Kita harus melawan penyalahgunaan kekuasaan seperti itu," ujarnya.


http://news.detik.com/read/2012/02/14/111006/1841716/10/terdakwa-pelanggaran-hak-cipta-bahagia-dibebaskan-dari-tahanan-pas-valentine


Tanggapan:  Menurut saya suatu pelanggaran hak cipta, merk ataupun hak paten tidak akan ada bila tidak ada orang yang melaporkan dan mengusutnya ke rana hukum, yang perlu diperhatikan adalah kriteria seseorang yang melakukan pelanggaran hak-hak tersebut. Terlebih seperti kasus di atas, dimana seseorang disalahkan hanya karena memproduksi barang yang telah diproduksi massal. 
Seharusnya hukum di Indonesia ini lebih terbuka lagi matanya agar dapat memilah-milah suatu hal yang benar-benar dianggap suatu pelanggaran hukum atau bukan. Serta dapat mnyelesaikan suatu proses hukum dengan waktu yang singkat agar tidak ada lagi orang yang ditahan dalam rutan dengan ketidak jelasan akhir dari proses hukumnya.