Komisi Penilai Amdal
Menilai dokumen-dokumen
ke-Amdal-an, ada sebuah komisi yang bertugas menifai dokumen, yang terdapat di
tingkat pusat sebagai komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi
penilai daerah. Komisi di tingkat pusat dan daerah dibentuk masing-masing oleh
Menteri dan Gubemur, dan selanjutnya masing-masing komisi ini berkedudukan di
Bapedal (Pusat) dan Bapedalda (Bapedal Daerah). Komisi ini menulis KA, Andal,
Repeling dan Repamling dibantu oleh tim teknik yang bertugas memberikan
pertimbangan-pertimbangan teknis. Hasil penilaian komisi diserahkan kepada
instanst yang bertanggung jawab (Bapedal) untuk dijadikan dasar keputusan. Tata
kerja komisi ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pendapat dan
pertimbangan dari Mendagri dan Menteri dan badan-badan terkait (N. H. Thombang Siahaan).
Mengenai unsur-unsur dari Komisi penilai pusat dan
komisi penilai daerah dapat dilihat pada Pasal 9 dan 10 PP No 27 Tahun 1999,
dimana ketentuan mengenai susunan ini ditetapkan oleh masing-masing Menteri dan
Gubernur. Komisi penilai pusat, antara lain terdiri dari unsur Bapedal,
departemen-departemen dan badan-badan yang berhubungan dengan pengelolaan
lingkungan hidup, departemen terkait,wakil propinsi dan kabupaten/kota yang
bersangkutan, ekolog, LSM, dan wakil masyarakat yang terkena dampak (N. H. Thombang Siahaan).
Komisi
penilai pusat memiliki otoritas menilai amdal bagi kegiatan-kegiatan yang
memenuhi kriteria (N. H. Thombang Siahaan):
a. kegiatan
yang bersifat strategis dan menyangkut aspek hankam negara;
b. kegiatan
yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi;
c. kegiatan
yang berlokasi dl wilayah sengketa dengan negara lain;
d. kegiatan
yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. kegiatan
yang berlokasi di lintas batas negara Indonesia dengan negara lain.
Karena kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis
juga memiiik sifat terpadu dan multi sektor, maka kegiatan ini digotongkan
menjadi wilayah penilaian komisi pusat. Kegiatan yang bersifat strategis
menyangkut aspek hankam, misalnya PLTN, PITA, PLTU atau panas bumi, penambangan
migas, penambangan uranium, pembuatan kilang minyak, industri petrokimia,
industri pesawat terbang, industri kapal, senjata, bahan peledak, baja,
alat-alat berat, telekomunikasi, pembangunan bendungan, airport, pelabuhan
laut. Sementara kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain,
misalnya seperti di wilayah Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor (N. H. Thombang Siahaan).
Hak Publik dalam Amdal
Dalam
proses ke-Amdal-an, masyarakat memiliki hak yang proportional sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum lingkungan. Pasal 33 hingga Pasal 35 PP Amdal 1999
memberikan ruang pengaturan terhadap hal itu, yakni segala hal yang berkaitan
dengan prinsip opennes (transparency) untuk informasi dan prinsip opini publik (N. H. Thombang Siahaan).
Prinsip-prinsip
demikian pada dasarnya adalah:
1. Sebelum
Amdal disusun, wajib diumumkan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan;
2. Pengumuman
dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pem-rakarsa. Instansi ini
dapat melakukan misalnya melalui media eetak atau elektronik, sedangkan
pemrakarsa dapat melakukannya dengan pemasangan papan pengumuman di lokasi
rencana kegiatan;
3. Publikasi
mengenai rencana kegiatan, paling tidak memuat hal-hal:
-
apa yang akan
dihasilkan oleh kegiatan bersangkutan;
-
jenis dan volume limbah
yang dihasilkan beserta sistem penanganannya;
-
kemungkinan-kemungkinan
dampaknya.
4. Dalam
jangka waktu 30 hari sejak rencana kegiatan diumumkan, warga masyarakat berhak
memberikan saran, tanggapan terhadap rencana kegiatan tersebut; Saran sebaiknya
dengan tertulis, karena diperlukan untuk kepentingan dokumentasti
5. Opini
publik wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam Amdal;
6. Opini
publik harus tercermin dalam penyusunan KA,dan dikaji dalam Andal, serta
diberikan alternatif pemecahannya dalam Repeling dan Repamling;
7. Tata
cara penyampaian Opini publik ini ditetapkan oleh pimpinan Bapedal;
8. Warga
masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam penyusunan KA, penilaian
KA, Andal, Repefing dan Repamling (Pasal 34 PP Amdal 1999);
9. Semua
dokumen Amdal, saran, pendapat. tanggapan masyarakat, komisi penilai, dan
keputusan kelayakan lingkungan, harus bersifat terbuka untuk umum.
Dengan diakornodasikannya hak publik pada penyusunan
Amdal, jelaslah bahvva pada dasarnya pengambilan keputusan pembangunan bersifat
lebih transparan, terbuka,
dan public participative. Karena di samping sistem penyusunannya tidak ada yang
biia ditutup-tutupi kepada masyarakat, ada pendapat atau reaksi publik (public
opinion) dan masyarakat yang dilibatkan dalam penyusunan Amdal. |clasnya di
sini kepentingan masyarakat tidak sampai banyak dirugikan, dan paling tidak
masyarakat tidak hanya sebagai penerima kebijakan saja (fort accomply), tetapi
juga dapat mengambil bagian dalam pembuatan kebijakan itu (N. H. Thombang Siahaan).
Hingga kini dapat kita sampaikan bahwa Amdal
memiliki lujuan ganda, karena tidak semata-mata hanya melihat sisi negatif dan
positif dari suatu kebijakan atau mengambil keputusan terbaik dalam suatu
rencana kegiatan, namun lebih luas dariitu. jika hendak dirinci, kiranya dapat
disebutkan seperti di bawah ini (N. H. Thombang Siahaan):
1. Sebagai
dasar dalam sistem manajemen lingkungan (environmental management system) untuk
kegiatan pembangunan. Dengan Amdal dapat berperan sebagai masukan bagi
penyusunan kebijakan pengetolaan Ihd. (lihat penjelasan Pasal 2 PP Amdal 1999);
2. Sebagai
instrumen preventif, yakni melakukan kebijakan-kehijakan pencegahan dini,
supaya setiap kegiatan tidak sampai menimbulkan (banyak) korban lingkungan;
3. Sistem
Amdal merupakan masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah (Lihat penjelasan
PaSal 2 PP Amdal 1999);
4. juga
sebagai dasar bagi pengelolaan periiinan untuk kegiatan yang berdampak penting
(Penjelasan Pasal 15 UUPLH 1999).
JENIS-JENIS AMDAL
Apabila
dilihat dari peraturan dan berbagai keputusan administrate mengenai
te-Amdat-an, maka sistem Amdal dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis.
Penggolongan demikian dilakukan melalui pendekatan kajian terihadap jenis-jenis
kegiatari"', jenis-jenis Amdal tersebut adalah sebagai berikut (N. H. Thombang Siahaan):
1. Amdal
Secara Tunggal;
2. Amdal
Sektor atau Sektoral;
3. Amdal
Terpadu atau Multisektor;
4. Amdal
Regional atau disebut juga Amdal Kegiatan Kawasan;
5. Amdal
yang Beraspek Kajian Sosial.
PENJELASAN
UMUM KA-ANDAL
1. Pengertian
Kerangka Acuan
adalah ruang lingkup studi analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan
hasil pelingkupan yang disepakati oleh Pemrakarsa/Penyusun AMDAL dan Komisi
AMDAL.
2. Fungsi
pedoman penyusunan KA-ANDAL
Pedoman
penyusunan KA-ANDAL digunakan seba-gai dasar bagi penyusun KA-ANDAL baik
KA-AN¬DAL kegiatan tunggal, KA-ANDAL kegiatan terpadu/ multisektor maupun
KA-ANDAL kegiatan datam kawasan.
3. Tujuan
dan fungst KA-ANDAL
3.1 Tujuan
penyusunan KA-ANDAL adalah:
a. Merumuskan
ruang lingkup dan kedalaman studi ANDAL;
b. Mengarahkan
studi ANDAL agar berjalan secara efektrf dan efisien sesuai dengan biaya, tenaga,
dan waktu yang tersedia.
3.2 Fungsi
dokumen KA-ANDAL adalah:
a. Sebagai
rujukan penting bagi pemrakarsa, instansi yang membidangi rencana usaha atau
kegiatan, dan penyusunan studi AM-DAL tentang lingkup dan kedalaman studi ANDAL
yang akan dilakukan; Sebagai salah satu bahan rujukan bagi pe-nilai dokumen
ANDAL untuk mengevaluasi hasil studi ANDAL,
4. Dasar
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL
4.1 Keanekaragaman
ANDAL
bertujuan menduga kemungkinan terjadinya dampak dan suatu rencana usaha dan/
atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Rencana usaha dan/atau kegiatan dan
rona lingkungan hidup pada umumnya sangat beraneka ragam. Keanekaragaman
rencana usaha dan/ atau kegiatan dapat berupa keanekaragaman bentuk, ukuran.
tujuan, sasaran, dsb. Demikian pula rona lingkungan hidup akan berbeda menurut
letak geografi, keanekaragaman faktor lingkungan hidup, pengaruh manusia, dsb.
Karena itut lata kaitan antara keduanya tenlu akan sangat bervariasi pula.
Kemungkinan timbulnya dampak lingkungan hidup pun berbeda-beda. Dengan demikian
KA-ANDAL diperlukan untuk memberikan arahan tentang komponen usaha dan/atau
kegiatan manakah yang harus dite-laah, dan komponen lingkungan hidup manakah
yang perlu diamati selama menyusun ANDAL.
4.2 Keterbatasan
sumber daya
Penyusunan
ANDAL acap kali dihadapkan dengan keterbatasan sumber daya, seperti. a.l: ke-terbatasan
waktu, dana, tenaga, metode, dsb. KA-ANDAL memberikan ketegasan tentang
ba-gaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin dicapai dalam keterbatasan
sumber daya tsbtanpa mengurangi mutu pekerjaan ANDAL. Dalam KA-ANDAL ditonjolkan
upaya untuk menyusun prioritas manakah yang hams diutamakan agar tujuan ANDAL
dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.
4.3 Efisten
Pengumpulan
data dan informasi untuk kepen-tingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-faktor
yang berkaitan langsung dengan kebutuhan. Dengan cara ini ANDAL dapat
diperlakukan secara efisien. Penentuan
masukan berupa data dan informasi yang amat relevan ini kemudian disu-sun dan
dirumuskan dalam KA-ANDAL.
Daftar Pustaka
Siahaan N. H. T., 2004, Hukum Lingkungan
dan Ekologi
Pembangunan, Erlangga, Jakarta.
Pedoman Penyusunan AMDAL (Ed. Revisi), 2006, Media Pressindo,
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar